Air susu ibu secara unik memang dikondisikan untuk memenuhi kebutuhan
 bayi manusia. Air susu ibu mengandung nutrisi dengan kemampuan biologis
 tinggi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh dengan cepat. 
 Faktor pertumbuhan
 Selain kandungan nutrisi ASI mengandung hormon dan faktor pertumbuhan (growth factor)
 yang merupakan komponen bioaktif protein. Komponen tersebut berfungsi 
terutama untuk meningkatkan kemampuan adaptasi saluran cerna setelah 
bayi lahir dengan cara  merangsang pertumbuhan sel saluran cerna, 
pematangan sistem saluran cerna, pembentukan koloni kuman baik, dan 
perkembangan jaringan limfoid saluran cerna. Faktor pertumbuhan yang 
terdapat dalam ASI antara lain IGF-1, EGF, TGF- a dan -b.
 Keberadaan hormon, faktor pertumbuhan serta komponen faktor 
kekebalan tubuh lainnya sangat penting dalam perkembangan sistem 
kekebalan saluran cerna, sehingga berperan penting dalam mencegah 
penyakit bagi si kecil
 Leptin dan adiponektin
 Leptin merupakan hormon pengatur nafsu makan/asupan makanan dan 
metabolisme energi. Pada kegemukan ditemukan kekurangan leptin atau 
resistensi terhadap kerja leptin. Casabiele dkk. (1977) pertama kali 
membuktikan adanya leptin ini dalam ASI. Meskipun makna keberadaan 
leptin dalam ASI belum banyak diteliti, namun Mirales dkk. (2006) 
mengungkapkan bahwa kadar leptin dalam ASI selama periode menyusui 
berbanding lurus dengan kadar leptin dalam darah ibu dan indeks massa 
tubuh ibu.
 Peran leptin dalam ASI adalah pada asupan makanan. Hal ini dapat 
menerangkan mengapa berat badan bayi yang mendapatkan ASI lebih ringan 
dibanding bayi yang mendapat susu formula. Pada keadaan resistensi 
terhadap kerja leptin, kadar leptin tidak kurang tetapi leptin tidak 
dapat bekerja dengan baik. Makin banyak bayi mendapat ASI maka makin 
kecil kemungkinan si bayi mengalami kegemukan di kemudian hari
 Selain leptin, ASI juga mengandung adiponektin yang berfungsi 
mencegah terjadinya penebalan pembuluh darah (aterosklerosis) dan 
radang. Diperkirakan kedua hormon ini akan dapat mengurangi risiko anak 
dari penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Seperti diketahui, 
obesitas pada usia dini dapat merupakan faktor risiko kelainan 
kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung koroner) pada usia dewasa.
 Peran hormon pada ibu menyusui
 Penelitian mengenai peran hormonal pada ASI sebagian besar tertuju 
pada proses laktasi itu sendiri. Peran hormon prolaktin dan oksitosin 
pada proses laktasi sudah banyak diketahui umum. Hormon tersebut bekerja
 pada ibu menyusui dan bermanfaat kepada kesejahteraan ibu, seperti 
menurunnya risiko kanker, obesitas, depresi, dan lain-lain. Peran hormon
 prolaktin dan oksitosin selengkapnya dapat dilihat pada topik 
’Manajemen Laktasi’.
 Diabetes Melitus
 Diabetes Mellitus (DM) atau lebih dikenal dengan penyakit kencing 
manis secara garis besar dibagi 2, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. 
Sebenarnya terdapat tipe lain, tapi sangat jarang ditemukan. Pada anak 
lebih sering ditemukan DM tipe 1, meskipun akhir-akhir ini DM tipe 2 
dilaporkan mulai meningkat.
 Diabetes Mellitus tipe 1
 Diabetes Mellitus tipe 1 ditandai dengan kurang atau tidak adanya 
hormon insulin dan meningkatnya kadar gula darah. Keadaan ini disebabkan
 oleh kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimun. Kerusakan sel 
beta pankreas menyebabkan berkurangnya insulin. Hormon insulin 
diperlukan oleh tubuh untuk mengatur kadar gula darah agar tubuh dapat 
menggunakan glukosa atau gula sebagai sumber energi. Bila insulin tidak 
ada atau berkurang, maka gula tidak dapat digunakan oleh sel tubuh dan 
kadar gula darah akan meningkat. Meskipun faktor genetik berperan 
terhadap terjadinya DM tipe 1, interaksi faktor lingkungan dengan 
gangguan sistem kekebalan tubuh juga merupakan hal yang penting.
 Penelitian yang menghubungkan menyusui dengan kejadian DM tipe 1 
dilaporkan pertama kali di Skandinavia. Penelitian ini membandingkan 
anak yang menderita DM tipe 1 dengan saudara kandungnya yang sehat. Anak
 yang menderita DM tipe 1 ternyata mendapat ASI lebih singkat dibanding 
mereka yang tidak menderita DM tipe 1. ASI yang diberikan dalam kurun 
waktu singkat tidak dapat memberikan perlindungan cukup terhadap bahan 
yang dapat menyebabkan penyakit diabetes. Selain itu, susu sapi diduga 
dapat merusak sel beta pankreas melalui beban protein yang 
dikandungnya.
 ASI dapat mengurangi risiko terjadinya DM tipe 1. Pemberian ASI 
dalam kurun waktu singkat atau pemberian dini protein susu sapi dapat 
meningkatkan risiko terkena DM tipe 1 sebanyak paling sedikit 2 kali 
lipat. Penelitian yang pada anak 0-14 tahun menunjukkan risiko menderita
 DM tipe 1 pada anak yang mendapat susu formula 11,3 kali lebih besar 
dibanding anak yang mendapat ASI eksklusif. Penelitian ini 
memperlihatkan betapa besarnya pengaruh pajanan protein susu sapi 
terhadap risiko DM tipe 1 meskipun mempunyai risiko genetik yang sama.
 
 Diabetes Mellitus tipe 2  dan sindrom metabolik
 Pada DM tipe 2 tidak terjadi kekurangan hormon insulin, melainkan 
lebih disebabkan oleh resistensi insulin sehingga terjadi 
hiperinsulinemia (kadar insulin tinggi). Pada resistensi insulin, kadar 
insulin sebenarnya masih dapat normal, namun terjadi kekurang/ 
tidakpekaan terhadap insulin, sehingga diperlukan kadar insulin lebih 
tinggi untuk mencapai kadar gula darah normal. Selain dapat berdiri 
sendiri, DM tipe 2 juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Sindrom
 metabolik adalah keadaan yang ditandai oleh 3 hal, yaitu (1) kegemukan 
(obesitas), (2) tekanan darah tinggi, dan (3) gangguan kadar lemak darah
 (kadar trigliserida tinggi dan kolesterol HDL rendah). Keadaan tersebut
 merupakan faktor risiko terjadinya penebalan dinding pembuluh darah 
(aterosklerosis) dan penyakit jantung koroner.
 Penelitian oleh Petitt dkk (1997) mempelajari hubungan antara 
menyusui dengan penyakit DM tipe 2 pada masyarakat Indian Pima. Orang 
yang mendapat ASI eksklusif mempunyai risiko lebih kecil (2,5 kali) 
untuk menderita DM tipe 2 dibanding mereka yang hanya mendapat susu 
melalui botol. Menyusui juga menurunkan angka kejadian kegemukan yang 
dapat menyebabkan hiperinsulinemia dan resistensi insulin. Pemberian 
susu melalui botol dapat menyebabkan pemberian kalori yang berlebihan 
akibat adanya usaha mengisap dan asupan lemak yang konstan. Sedangkan, 
pada bayi yang menyusui (ASI) umumnya sudah mulai letih saat hind milk 
(mengandung kalori tinggi) dikeluarkan.
 Obesitas
 Angka kejadian adipositas dan obesitas pada anak dilaporkan 
meningkat dan menjadi masalah kesehatan yang serius baik bagi negara 
maju maupun negara berkembang. Dalam hal ini bukan hanya kejadian 
obesitas saja yang perlu diperhatikan, melainkan juga tingkat 
adipositasnya. Adipositas adalah derajat perlemakan tubuh (banyaknya 
lemak dalam tubuh) dan biasanya diukur dengan menggunakan indeks massa 
tubuh (IMT, yaitu berat badan/tinggi badan dalam kg/m2). Hal ini penting
 karena penyakit jantung/pembuluh darah dan DM tipe 2 berhubungan erat 
dengan derajat obesitas dan adipositas.
 Beberapa penelitian tentang efek protektif ASI terhadap kegemukan (overweight)
 memperlihatkan hasil yang bervariasi. Kajian terhadap 61 penelitian 
(mencakup 298.900 subyek) tentang hubungan menyusui/pemberian ASI dengan
 kejadian kegemukan atau obesitas pada anak usia 0-17 tahun. Hasil 
kajian mereka mendapatkan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan 
penurunan kejadian obesitas di kemudian hari. Perilaku ibu yang lebih 
lebih responsif terhadap tanda lapar atau kenyang bayi juga berpengaruh 
terhadap efek tersebut.
 Kries, dkk. (1999) juga mendapatkan efek protektif ASI terhadap 
risiko obesitas pada anak usia 5-6 tahun. Angka kejadian kegemukan 
menurun sejalan dengan lamanya pemberian ASI. Makin lama ASI diberikan 
makin kecil kemungkinan terjadi obesitas. Angka kejadian kegemukan pada 
anak usia 5-6 tahun yang mendapat ASI eksklusif selama 2 bulan sebesar 
3,8%, sedangkan sebesar 1,7% pada mereka yang mendapat ASI selama 6-12 
bulan, dan 0,8% selama 12 bulan.
 Pertumbuhan
 Penelitian longitudinal di Kenya dan Guinea–Bissau melaporkan bahwa 
menyusui sampai usia lebih dari 12 bulan berhubungan dengan kecepatan 
pertambahan berat badan dan panjang badan. Hasil yang sama juga dijumpai
 pada penelitian yang dilakukan pada anak Senegal yang menyusui sampai 
usia 2 tahun. Penelitian longitudinal terhadap 133 bayi Afro-Colombia 
berusia 5-7 bulan yang diikuti sampai usia 18 bulan juga memperlihatkan 
efek positif pada penambahan berat badan dan panjang badan. Penelitian 
di Republik Belarus memperlihatkan hasil pemberian ASI ekslusif dan 
pemberian ASI yang lebih lama memicu pertambahan berat badan dan panjang
 badan pada bulan-bulan pertama dan tidak memperlihatkan defisit berat 
badan dan tinggi badan pada usia 12 bulan.
 Defisiensi vitamin D
 Kalau kita membaca jurnal kesehatan banyak yang menghubungkan 
kejadian rickets dengan menyusui. Rickets merupakan suatu bentuk 
penyakit keropos tulang pada bayi dan anak. Penyebab keadaan ini antara 
lain adalah kekurangan vitamin D (defisiensi vitamin D) atau kekurangan 
kalsium.
 Proses metabolisme vitamin D non aktif menjadi vitamin D aktif di 
kulit membutuhkan pajanan sinar matahari. Kekurangan vitamin D 
dihubungkan dengan kurangnya pajanan terhadap sinar matahari seperti 
tinggal di daerah yang lebih banyak musim dingin atau daerah yang 
tinggi, kulit gelap atau cara berbusana yang tertutup (karena faktor 
budaya atau agama). 
 Rickets lebih sering ditemukan pada anak lebih besar akibat diet 
yang kurang mengandung kalsium, terutama pada masyarakat yang kurang 
mengkonsumsi bahan makanan dari produk susu dan lebih banyak 
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung fitat. Pada bayi yang 
mendapat ASI sebenarnya terlindung dari keadaan tersebut karena vitamin D
 pada ibu terutama dalam bentuk 25-hidroksi-vitamin D (25(OH)vit D). 
Bentuk ini dapat melalui plasenta, sehingga kadar vitamin D bayi dapat 
mencapai 2/3 dari kadar vitamin D ibu.
 Untuk menjamin kecukupan vitamin D, bayi yang menyusui secara 
ekslusif juga perlu diperhatikan terhadap pajanan sinar matahari. Di 
negara dengan sinar matahari yang cukup, seperti Indonesia kekurangan 
vitamin D tidak terlalu menjadi masalah. Vitamin D dari ibu dapat 
mencukupi kebutuhan vitamin D bayi sampai beberapa minggu pertama 
kehidupannya (2 bulan), meskipun bayi tidak mendapat tambahan vitamin D 
dari luar. Tentu saja perlindungan ini hanya dapat diharapkan bila si 
ibu mempunyai kadar vitamin D yang adekuat selama kehamilan.
Ibu dengan penyakit endokrin: Amankah menyusui?
 Pada ibu hamil yang menderita Diabetes Mellitus, terdapat 
kecenderungan untuk melahirkan bayi yang besar. Meskipun beberapa 
peneliti lain menyatakan bahwa kecenderungan tersebut juga dipengaruhi 
oleh faktor lain, misalnya volume ASI yang diminum pada minggu pertama. 
Sebuah penelitian di Jerman yang mengobservasi anak (usia 5,4+1,6 tahun)
 dari ibu-ibu yang menderita DM hanya pada saat hamil (DM Gestasional) 
memperlihatkan bahwa pemberian ASI selama lebih dari 3 bulan dapat 
menurunkan terjadinya kegemukan dan penurunan ini sejalan dengan makin 
lama si anak disusui. Menyusui dapat menurunkan risiko tejadinya 
kegemukan, tanpa dipengaruhi oleh status diabetes dan berat badan ibu.
 Ibu hamil yang menderita kelainan kelenjar gondok (tiroid) 
berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi. Ibu penderita hipertiroid 
(kelebihan hormon tiroid) yang tidak berobat dengan benar, zat pencetus 
hipertiroid pada ibu dapat merangsang kelenjar gondok janin sehingga 
bayi lahir dengan hipertiroid.
 Bayi yang lahir dengan hipertiroid akan meningkatkan metabolisme 
tubuh dan penutupan tulang tengkorak secara dini. Penutupan dini akan 
menyebabkan perkembangan volume otak tidak maksimal. Oleh karena itu, 
ibu penderita hipertiroid dianjurkan untuk berobat teratur. Konsumsi 
obat antiroid selama menyusui telah dilaporkan aman bagi bayi.
 Demikian pula ibu hamil dan menyusui yang menderita hipotiroid 
(kekurangan hormon tiroid) sebaiknya menjaga kondisinya pada kadar 
hormon tiroid normal. Terapi pengganti hormon tiroid juga dilaporkan 
aman bagi ibu menyusui dan si kecil, selama hormon tiroid terjaga pada 
kadar normal.
 Kesimpulan
 ASI mengandung hormon dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam 
proses pematangan saluran cerna terutama fungsi kekebalan dan ketahanan 
terhadap penyakit. Pemberian ASI eksklusif bersifat protektif terhadap 
penyakit Diabetes Mellitus tipe I dan 2, serta obesitas. Ibu dengan 
penyakit endokrin relatif aman untuk menyusui. 
![[edit lirik]](http://1.bp.blogspot.com/-4396t5rHYxU/UWjsy4N84zI/AAAAAAAAAm4/9anCqNYkxzA/s1600/editxl.png)