Dot, yang juga dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Non nutritive sucking
seperti halnya dot, sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia,
penggunaannya merupakan usaha orangtua untuk memberikan sesuatu yang
dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman untuk bayinya. Dot, secara
universal seakan menjadi simbol perlengkapan perawatan bayi,
penggunaannya sangat seluas di seluruh dunia. Situs-situs penggalian di
Italia, Siprus, dan Yunani, menunjukkan bahwa dot setidaknya sudah ada
sejak 3000 tahun yang lalu. Salah satu bukti pemakaian dot pada beberapa
abad yang lalu, dapat dilihat pada lukisan Dürer “Madonna and The Siskin” yang dibuat pada tahun 1506, dalam lukisan tersebut tampak adanya dot di tangan kanan bayi.
Pada awalnya dot terbuat dari bahan tanah liat, perak, mutiara,
tanduk, dan gading dengan kantung kecil di ujungnya yang berisi air
gula/manis. Bahan karet mulai digunakan di Inggris sejak tahun 1800,
dengan disertai botol berisi susu. Dalam bentuk yang “modern”, dot
dibuat sekitar tahun 1900 yang disainnya mendapatkan hak paten di
Amerika Serikat, dan lebih dikenal dengan baby comforter.
Penggunaan dot pada awal-awal kehidupan sering dikaitkan dengan
keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap sesuatu.
Penggunaan dot dianggap bermanfaat, karena akan menenangkan bayi serta
memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan
untuk mulai tidur, rasa nyeri pada waktu gigi tumbuh, dipisahkan dari
ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari, serta menurunnya kejadian
SIDS (sudden infant death syndrome).
Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi prematur yang dirawat di
ruang perawatan intensif (NICU), yang juga diberikan dot, menunjukkan
perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang signifikan,
mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta memperpendek
masa perawatan. Di sisi lain, penggunaan dot akan selalu menimbulkan
perdebatan dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena penggunaan dot
pada bayi-bayi akan menimbulkan implikasi yang merugikan seperti,
terjadinya gangguan pola pengisapan bayi sehingga akan terjadi
penyapihan awal karena bayi menolak untuk menetek, meningkatnya risiko
otitis media, infeksi saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi
gigi.
Penggunaan dot / minuman pendamping ASI
Sudah tidak ada keraguan lagi, bahwa ditinjau dari segala aspek,
pemberian air susu ibu (ASI) sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi.
Menurunnya prevalensi dan durasi menyusu, terbukti menaikkan angka
morbiditas dan mortalitas bayi, baik di negara-negara berkembang maupun
di negara-negara yang maju. WHO dan UNICEF telah mencanangkan 10 Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui dan diimplementasikan pada Deklarasi
Inosenti 1990, yang merupakan dasar dari Program Rumah Sakit Sayang
Bayi, dengan tujuan meningkatkan pemberian ASI kepada seluruh bayi. Dan
dalam rangka memperingati 20 tahun Deklarasi Inosenti tersebut,
pengimplementasian 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui menjadi tema
dalam rangkaian acara peringatan Pekan Asi Sedunia 1 – 7 Agustus 2010 .
Langkah Ke 9 dari sepuluh langkah tersebut menyebutkan : “Tidak
memberikan dot atau kempeng kepada bayi”, dengan langkah ini dimaksudkan
bahwa semua bayi yang menetek akan selalu mendapatkan ASI, dan tidak
akan terganggu proses menyusunya dengan penggunaan dot atau kempeng.
Dari beberapa penelitian tentang penggunaan dot, dilaporkan bahwa 75 –
85 % anakanak di negara-negara barat menggunakan dot (Niemela, Uhari
& Hannuksela, 1994), sedangkan Howard et al, 1994 melaporkan bahwa
bayi-bayi di Amerika Serikat telah diberikan dot sejak umur 6 minggu
atau lebih muda. Tahun 1997, Victoria et al dari
penelitiannya_melaporkan bahwa 85 % bayi-bayi sudah mulai menggunakan
dot sejak umur 1 bulan. Pansy dkk. melaporkan bahwa prevalensi
penggunaan dot tinggi pada minggu ke tujuh (82%) dan bulan kelima
kelahiran (78%). Di samping itu, pengaruh umur dan kebiasaan ibu juga
mempengaruhi penggunaan dot pada bayinya. Ibu yang lebih tua lebih
sering memperkenalkan dot segera setelah melahirkan dibandingkan dari
ibu-ibu muda. Sedangkan pada usia lima bulan, tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam penggunaan dot baik oleh oleh ibu-ibu muda atau yang
lebih tua. Kelmanson dan North menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan
yang rendah dan ibu merokok lebih mungkin untuk memberikan dot kepada
bayi mereka.
Belum pernah dilaporkan tentang penggunaan dot di Indonesia, tetapi
dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa
hampir semua bayi (95%) di Indonesia pernah mendapat ASI. Hasil
berikutnya dari hasil SDKI 2007 adalah sebanyak 44% bayi baru lahir
mendapat ASI dalam 1 jam setelah lahir dan 62% bayi mendapat ASI pada
hari pertama. Proporsi anak yang diberi ASI pada hari pertama paling
rendah yaitu 43% untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan tenaga
kesehatan, dan tertinggi 54% untuk bayi lahir tanpa pertolongan/ orang
awam. Sebanyak 65% bayi telah mendapatkan makanan selain ASI sejak dini
(prelacteal feed). Hanya 32% bayi di Indonesia mendapat ASI eksklusif
selama 6 bulan. Data SDKI tahun 2007 juga menunjukkan, pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) secara dini cukup besar, yaitu sebanyak 12%
pada bayi usia kurang dari 2 bulan dan sebanyak 27% pada bayi usia 2 – 3
bulan.
Kontroversi penggunaan dot
1. Penyapihan dini
Ada berbagai pendapat mengenai hubungan antara dot dan inisiasi serta
durasi menyusu. Satu hipotesis menunjukkan bahwa pengenalan dot secara
awal dapat menyebabkan teknik menghisap yang salah pada bayi. Bayi
mungkin menjadi terbiasa dengan puting buatan dan menolak payudara
alami. Akibatnya, bayi kurang sering menyusu pada payudara ibunya, dan
akhirnya akan menyebabkan penyapihan secara dini. Dari beberapa
penelitian, penggunaan dot telah terbukti mengakibatkan penyapihan dini
pada bayi. Bayi menemukan kesenangan dengan menghisap dot, sehingga
tidak berselera lagi untuk menetek. Akibatnya rangsangan hisapan bayi ke
puting susu berkurang, sehingga produksi ASI akan menurun. Pendapat
yang berbeda dari Schubiger & Tonz (1997), yang meneliti efek
penggunaan dot pada 602 bayi sehat, menyebutkan bahwa penggunaan dot
sampai 5 hari pertama kehidupan bayi, tidak memiliki korelasi dengan
menurunnya frekuensi dan singkatnya durasi menetek. Howard dkk. (1999),
menambahkan bahwa menurunnya durasi menetek, lebih berhubungan dengan
menurunnya pemberian ASI daripada penggunaan dot . Kramer dkk. (2001),
menyimpulkan bahwa penggunaan dot dan hubungannya dengan penyapihan dini
ternyata lebih berkaitan dengan adat kebiasaan, motivasi dan faktor
psikologis . Menurut Kornborg & Vaeth (2009) penggunaan dot tidak
berhubungan langsung dengan penyapihan dini, karena durasi pemberian ASI
lebih sering berkaitan dengan cara dan tehnik dalam proses menyusui.
2. Infeksi
Penggunaan dot sering dihubungkan dengan meningginya kejadian infeksi
pada bayi karena transmisi mikroorganisme patogen, antara lain
timbulnya otitis media, thrush, diare, dan infeksi saluran nafas.
Otitis media akut (OMA) adalah salah satu infeksi yang paling umum
terjadi pada masa kanak-kanak. Beberapa faktor risiko untuk OMA telah
diidentifikasi. Risiko terkena OMA berbanding terbalik dengan frekuensi
menyusui dan memiliki korelasi positif dengan infeksi saluran pernapasan
atas, jumlah saudara kandung, dan orangtua perokok . Beberapa
penelitian melaporkan terjadinya peningkatan insidensi OMA dihubungkan
dengan penggunaan dot. Hal ini mungkin berhubungan dengan
ketidakseimbangan tekanan antara rongga telinga tengah dan nasofaring,
yang akan merusak fungsi tuba Eustachius. Aktivitas menyedot yang
terjadi ketika bayi mengempeng dapat menarik cairan dari kerongkongan ke
saluran tengah telinga. Hal ini menyebabkan telinga bayi lebih mudah
terinfeksi bakteri. Teori yang lainnya adalah bayi bisa sakit akibat
terpapar kuman yang mungkin ada pada dotnya.
3. Maloklusi dan karies gigi
Dari penelitian fosil prasejarah, manusia jaman dahulu sangat jarang
mengalami maloklusi, maloklusi lebih sering didapatkan pada era modern .
Maloklusi disebabkan oleh dua hal, penyebab pertama adalah faktor
genetik, dan penyebab maloklusi lainnya adalah faktor lingkungan.
Interaksi antara dua faktor penyebab ini dalam proses tumbuh kembang
seorang anak untuk menjadi maloklusi, sangat individual. Secara umum
dikatakan bahwa penyebab utama dari maloklusi adalah keturunan,
kebiasaan bernapas lewat mulut, adenoiditis, serta pemakaian dot / nonnutritive sucking (NNS) yang berkepanjangan.
Penggunaan dot yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan
timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi. Dari beberapa
penelitian, terbukti ada korelasi antara penggunaan dot yang
berkepanjangan (2 tahun atau lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini
diperberat bila penggunaan dot dilakukan sambil tidur (night feeding).
Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36 bulan oleh Peressini (2003),
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kebiasaan
minum dot botol sambil tidur dengan timbulnya karies serta kerusakan
gigi.
Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur 1
tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika
bayi adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1
tahun ia masih tidak bisa lepas dari dot, sebaiknya harus dilakukan
usaha untuk segera menyapih si kecil dari dotnya. Karena hal tersebut
dapat membuat gigi-geliginya tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun
itu masih gigi susu, tetapi perkembangannya akan menentukan pertumbuhan
dan letak susunan gigi permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan
dot, akan makin tinggi risiko kerusakan gigi . Demikian juga cairan
manis dalam botol dot, ataupun pemanis yang dioleskan pada dot/empeng,
juga berperan untuk timbulnya kerusakan gigi.
The American Dental Association (2005), mengeluarkan
rekomendasi untuk tidak memberikan dot yang diberi pemanis, hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya karies.
4. Efek menenangkan
Non-nutritive sucking (NNS) / ngempeng, atau menghisap tanpa
minum (susu atau cairan lainnya), adalah mekanisme untuk menenteramkan /
menenangkan yang merupakan fenomena alami pada bayi. Menghisap ibu jari
atau jari lainnya, bahkan sudah dapat dilihat pada janin sejak usia 12
minggu. Beberapa bayi baru lahir kadang terdapat jejas di ibu jari atau
jarinya, karena diempeng pada waktu masih dalam kandungan.
Janin yang biasa mengempeng ibu jari atau jari lainnya di dalam
kandungan, ternyata setelah lahir juga mempunyai kebiasaan yang sama.
Terbukti bahwa selain mengempeng ibu jari / jari lainnya, setelah lahir
juga mempunyai kebiasaan untuk mengempeng dot . Penggunaan dot sebagai
NNS lebih dianjurkan daripada ibu jari, jari atau benda lain, selain
mudah disterilkan, secara umum relatif lebih mudah disapih .
Tidak seperti halnya bayi sehat, beberapa penelitian meyebutkan bahwa
NNS mempunyai peranan positif pada bayi kecil yang dirawat di NICU,
selain menenangkan dan memberikan rasa nyaman, NNS juga akan memperkuat
otototot mulut, sehingga memudahkan untuk proses pemberian minum oral
setelah sebelumnya menggunakan selang. Selain itu, terbukti bahwa
penggunaan dot juga akan memperpendek masa rawat .
5. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome / SIDS)
SIDS adalah kematian bayi sampai umur 1 tahun, yang terjadi mendadak
dengan penyebab yang tidak diketahui, meskipun sudah dilakukan
pemeriksaan klinis dan laboratoris lengkap serta otopsi. Meskipun sebab
yang pasti belum diketahui, tetapi diduga faktor yang berperan dalam
terjadinya SIDS karena belum sempurnanya peran kontrol autonomik sistem
kardiorespirasi, serta gagalnya respon bangun pada waktu bayi tidur.
Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya SIDS, adalah: bayi
tidur dalam posisi tidur tengkurap, permukaan alas tidur yang sangat
lembut, ibu perokok, lingkungan yang panas, ibu tidak pernah atau jarang
melakukan perawatan antenatal, ibu hamil pada usia muda, bayi kurang
bulan atau berat lahir rendah, dan bayi laki-laki. Lebih sering terjadi
pada bayi usia 1 – 3 bulan. Sejak tahun 1994, tahun dimulainya kampanye Back to Sleep,
yaitu menempatkan bayi untuk selalu tidur terlentang, angka kejadian
SIDS di Amerika Serikat menurun dari 1,37/1000 kelahiran hidup tahun
1987 menjadi 0,57/1000 kelahiran hidup tahun 2002. Demikian juga Inggris
(turun sampai 75 %) dan Belanda (turun sampai 81 %).
Tahun 1979, Cozzi telah meneliti hubungan antara dot dan SIDS,
kemudian Mitchell dkk. (1993), yang melaporkan bahwa penggunaan dot
dapat menurunkan kemungkinan terjadinya SIDS. Dari hasil meta analisis,
Hauck dkk. (2005) menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara penggunaan
dot dan menurunnya risiko terjadinya SIDS. Namun belum ada kejelasan
tentang mekanisme peranan dot dalam mencegah terjadinya SIDS.
Berkaitan dengan dot, dalam rekomendasi AAP tentang SIDS yang
berkaitan dengan penggunaan dot disebutkan bahwa dot dianjurkan pada
waktu tidur, bila terlepas, tidak perlu dimasukkan lagi ke mulut bayi
apabila bayi sudah tertidur; dot tidak dianjurkan diolesi dengan
pemanis; dot harus dibersihkan sebelum maupun sesudah digunakan; untuk
bayi yang menetek, tunda penggunaan dot sampai paling tidak berumur 1
bulan .
Kesimpulan
Masih terdapat perbedaan pendapat tentang penggunaan dot ataupun NNS lainnya pada bayi.
Dampak positif penggunaan dot atau NNS adalah: menenangkan bayi
ketika rewel atau gelisah, memberikan kepuasan, serta mengurangi risiko
terjadinya SIDS. Pada bayi kecil yang dirawat di ruang perawatan
intensif, dot selain dapat memberikan kenyamanan, mempercepat proses
pemberian minum oral, juga memperpendek masa rawat.
Dampak negatif penggunaan dot adalah penyapihan dini, peningkatan risiko infeksi saluran cerna, saluran pernafasan, maupun OMA.
Menyusui bayi secara alami jauh lebih baik daripada pemberian dot.