Pre-eklamsia adalah kelainan hipertensif pada ibu hamil yang
melibatkan multiorgan, ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan
edema, setelah usia gestasi 20 minggu. Masalah ini ditemukan
pada tiga sampai enam persen kehamilan.
Ibu pre-eklamsia bisa mengalami kejang (eklamsia) atau varian lain
dengan gangguan fungsi hati serta trombositopenia yang dikenal sebagai
sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet). Sindrom ini ditemukan pada 1/1000 kehamilan.
Beberapa masalah berikut bisa mengganggu proses menyusui / pemberian
ASI pada ibu pre-eklamsia atau eklamsia. Pertama, bayi yang lahir
potensial mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim (IUGR – intra
uterine growth restriction) karena vasospasme / vasokonstriksi sistemik
mengakibatkan insufisiensi plasenta, sehingga bayi lahir dengan berat
lahir rendah. Di samping itu, pada pre-eklamsia berat atau eklamsia,
terapi definitif adalah terminasi
kehamilan, sehingga seringkali
bayi lahir lebih cepat dari yang seharusnya (prematur). Kedua, ibu
biasanya mendapat obat obatan yang mungkin akan mengganggu produksi ASI
atau beberapa
zat aktif mungkin bisa dikeluarkan melalui ASI.
Ketiga, pada proses kelahiran sebagian ibu dilakukan operasi caesar
sehingga ibu akan menjadi pasien pasca operasi dengan segala risiko dan
masalahnya. Keempat, adakalanya ibu-ibu dengan masalah ini, terutama
yang eklamsia memerlukan perawatan intensif / isolasi sehingga
seringkali dipisahkan dari bayinya. Masalah-masalah di atas akan
dipaparkan pada tulisan berikut, sehingga ibu dengan pre-eklamsia /
eklamsia bisa menyusui dengan sukses.
Mengenal pre-eklamsia dan eklamsia
Pre-eklamsia merupakan sindrom spesifik pada kehamilan yang
disebabkan oleh proses imunologis dengan mekanisme utama berupa
vasospasme dan aktivasi endotel di seluruh tubuh.
Vasospasme
menyebabkan vasokonstriksi yang berlanjut menjadi hipertensi dan
gangguan aliran darah (iskemia) pada berbagai organ, terutama end-organ
seperti ginjal, hati, otak serta sirkulasi
uteroplasenta, sedangkan
aktivasi endotel akan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi ekstravasasi cairan ke jaringan serta hemokonsentrasi di
intrakapiler, juga terjadi
koagulopati konsumtif dengan aktivasi trombosit yang pada gilirannya akan menimbulkan trombositopenia
Pada pre-eklamsia berat, bisa terjadi edema, oliguria, gangguan
visual dan serebral, nyeri epigastrium, edema paru serta sianosis.
Eklamsia merupakan kejang umum tonik-klonik yang bukan disebabkan oleh
gangguan neurologis, yang terjadi pada ibu dengan pre-eklamsia. Eklamsia
biasanya terjadi setelah usia gestasi 32 minggu, bisa terjadi sebelum,
pada saat atau setelah kelahiran.
Kiat memberikan ASI
Seperti pada semua proses menyusui, edukasi kedua orangtua sebelum
dan setelah kelahiran merupakan komponen penting untuk sukses.
Dibutuhkan dukungan dari ayah untuk menemani
ibu selama proses kelahiran (jika memungkinkan) dan pada saat berikutnya.
Pemberian ASI pada ibu dengan pre-eklamsia dan eklamsia tergantung
pada kondisi ibu dan bayinya Jika memungkinkan, inisiasi dini tetap
dilakukan, bayi tetap diletakkan di atas perut ibu
untuk kontak
kulit-dengan-kulit segera setelah lahir dan dibiarkan di atas perut ibu,
sampai selesai menyusu untuk pertama kalinya. Pada keadaan ini, sangat
penting untuk mengurangi ketegangan (stres) dan rangsangan lain yang
bisa memicu kejang pada ibu. Kontak kulit-dengan-kulit yang dilakukan
pada inisiasi dini mempunyai efek terapeutik karena bisa menenangkan ibu
(sedating effect) sehubungan dengan keluarnya endorfin alami dari otak
ibu.
Perawatan pada ibu tetap dilakukan dengan meminimalisasi obat yang
diberikan, terutama yang bisa mengganggu tingkat kesadaran bayi (infant’s alertness) dan kemampuan menyusunya
(feeding behaviour).
Jika pemberian ASI secara langsung tidak memungkinkan, ASI perah
(expressed breast milk) bisa diberikan. Pengeluaran ASI harus dilakukan
dengan teknik yang benar secara teratur tiap 3 jam.
Pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas
Bayi yang lahir seringkali prematur dan/atau kecil masa kehamilan
serta mungkin memerlukan perawatan intensif, sehingga pemberian ASI
harus disesuaikan dengan kondisi bayi. Pada keadaan berat, pemberian ASI
bisa tertunda beberapa hari bahkan minggu. Petugas
kesehatan tetap
harus menasihati ibu untuk mulai memerah ASI dalam beberapa jam setelah
kelahiran, walaupun belum segera diberikan. ASI bisa disimpan di dalam
lemari es.
Pemberian ASI dimulai saat kondisi hemodinamik bayi stabil dan
dinaikkan bertahap sampai tercapai minum penuh. Jika bayi belum bisa
menyusu langsung, ASI perah diberikan melalui pipa lambung (OGT –
orogastric tube).
Selama perawatan, ibu dianjurkan untuk ikut berpartisipasi, jika
keadaan ibu memungkinkan. Perawatan metode kanguru (PMK) bisa dilakukan
secara intermiten sewaktu bayi masih dalam perawatan dan secara kontinu
setelah bayi stabil atau akan dipulangkan. PMK membantu ibu dan bayi
secara emosional. ASI ibu akan lebih cepat bertambah, ibu menjadi lebih
tenang serta percaya diri untuk merawat bayinya dan biasanya bayi bisa
dipulangkan lebih cepat.
Operasi Caesar
Seperti sudah dipaparkan pada pendahuluan, operasi Caesar membuat ibu
menjadi pasien pasca operatif dengan segala konsekuensinya. Jika
operasi dilakukan secara terencana, biasanya
ibu lebih punya
persiapan mental, berbeda dengan operasi darurat yang secara psikologis
lebih traumatis, di samping adanya masalah pre-eklamsia dan eklamsia
sendiri.
Saat ini, operasi Caesar sering dilakukan dengan anestesi spinal atau
epidural, sehingga ibu tetap sadar. Pada keadaan ini, pemberian ASI
tidak perlu ditunda, bayi boleh segera disusukan.
Jika ibu diberikan
anestesi umum, ASI diberikan setelah ibu sadar dan responsif terhadap
keadaan sekitarnya. Posisi sesuai dengan keadaan ibu, misalnya dimulai
dengan posisi berbaring.
Cairan dan obat-obatan yang diberikan secara umum tidak mengganggu
proses menyusui, dianjurkan untuk menggunakan obat dengan masa kerja
pendek dan diberikan kepada ibu segera
setelah payudara dikosongkan
(setelah bayi menyusu), sehingga kadar puncak tercapai sebelum saat
menyusui berikutnya. Hati-hati dengan pemakaian preparat meperidine
(Demerol/Pethidine),
karena bisa menyebabkan bayi mengantuk dan
malas menyusu. Demam ringan yang kadang-kadang diderita ibu tidak
mengganggu laktasi, bayi boleh tetap disusui.
Pemakaian obat-obatan pada ibu
Terapi definitif dari pre-eklamsia dan eklamsia adalah terminasi
kehamilan. Eklamsia dan pre-eklamsia berat membutuhkan antikonvulsan dan
antihipertensi. Perawatan untuk pre-eklamsia
biasanya terdiri dari istirahat total (bed-rest),
pemberian magnesium sulfat, obat antihipertensi, pemberian cairan serta
glukokortikoid (dexamethason) untuk mempercepat pematangan paru janin.
Kehamilan diterminasi jika tekanan darah tidak terkontrol, terjadi gawat
janin, solutio placenta, perburukan fungsi ginjal, sindrom HELLP,
perburukan gejala klinis dan usia kehamilan mencapai 34 minggu.
Magnesium sulfat, sebagai antikonvulsan, diberikan secara kontinu.
Magnesium sulfat akan melewati plasenta dengan mudah dan mencapai
keseimbangan di dalam darah janin, serta sedikit masuk ke dalam cairan
amnion. Kadar normal tidak menimbulkan masalah, ibu boleh tetap
memberikan ASI, tetapi kadar tinggi bisa menyebabkan depresi nafas
neonatus saat lahir.
Ibu dengan eklamsia biasanya dirawat di ruang intensif dengan
pemakaian obat-obat antikejang, seperti fenobarbital. Obat-obat anti
hipertensi yang biasa diberikan pada pre-eklamsia adalah hidralazin,
nifedipin dan methyl dopa, secara umum tidak menyebabkan gangguan
apa-apa ke bayi. Pada suatu penelitian, labetalol ditemukan menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat. ACE inhibitor tidak dianjurkan pemakaiannya
pada trimester kedua dan tiga, karena
menyebabkan oligohidramnion yang berakibat kecacatan pada bayi, seperti malformasi dan kontraktur ekstremitas.
Kadang-kadang ibu memerlukan obat-obat yang bisa memberikan efek
negatif ke bayi. Jika hal ini terjadi, ASI tetap dikeluarkan dengan
tujuan untuk menjaga produksi ASI, tetapi tidak diberikan ke bayi,
sampai ibu tidak mengkonsumsi lagi obat yang dimaksud. Sementara
itu bayi boleh diberikan ASI donor dengan cara disendokkan.
Perawatan/isolasi ibu
Jika ibu berada dalam perawatan intensif, ASI tetap bisa dikeluarkan
dengan bantuan pompa oleh perawat yang terlatih atau konsultan laktasi.
ASI perah boleh tetap disendokkan ke bayi, jika obat-obat yang diberikan
kepada ibu temasuk kategori aman. Usahakan untuk tidak memberikan ASI
perah dengan dot/botol karena bisa menyebabkan bingung puting.
Manajemen stres pada ibu secara keseluruhan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari terapi. Kecemasan ibu untuk bisa merawat bayinya
harus diatasi dengan diskusi terbuka dan
kepada ibu diterangkan
langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menolong ibu menyusui. Pada
saat ini, yang paling penting adalah komunikasi dengan ibu tentang
harapan atau kebutuhan
ibu sehubungan dengan proses menyusui.
Kesimpulan
Pada pre-eklamsia, ASI tetap bisa diberikan dengan memperhatikan
masalah yang mungkin dihadapi bayi. Bayi seringkali terlahir kecil dan
prematur, sehingga mungkin dirawat intensif. ASI diberikan sesuai
kondisi bayi.
Kelahiran dengan operasi Caesar, akan membuat ibu terganggu secara
psikis, tetapi sebenarnya tidak mengganggu produksi ASI. Ibu bisa
menyusui sesuai kemampuan ibu, memberikan ASI dengan berbaring segera
setelah memungkinkan.
Secara umum, obat-obatan yang digunakan pada pre-eklamsia tidak
mengganggu proses menyusui. Jika terdapat obat yang bisa berpengaruh
kepada bayi, ASI tetap diperah, tetapi tidak diberikan kepada bayi,
sampai obat tersebut dihentikan.